SEARCH AND RESCUE (SAR)
- I. Pendahuluan
Dengan berbekal kemerdekaan, maka tahun 1950Indonesiamasuk menjadi anggota organisasi penerbangan internasional ICAO (International Civil Aviation Organization). Sejak saat ituIndonesiadiharapkan mampu menangani musibah penerbangan dan pelayaran yang terjadi diIndonesia.
Sebagai konsekuensi logis atas masuknya Indonesia menjadi anggota ICAO tersebut, maka pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1955 tentang Penetapan Dewan Penerbangan untuk membentuk panitia SAR. Panitia teknis mempunyai tugas pokok untuk membentuk Badan Gabungan SAR, menentukan pusat-pusat regional serta anggaran pembiayaan dan materil.
Sebagai negara yang merdeka, tahun 1959Indonesiamenjadi anggota International Maritime Organization (IMO). Dengan masuknyaIndonesiasebagai anggota ICAO dan IMO tersebut, tugas dan tanggung jawab SAR semakin mendapat perhatian. Sebagai negara yang besar dan dengan semangat gotong royong yang tinggi, bangsaIndonesiaingin mewujudkan harapan dunia international yaitu mampu menangani musibah penerbangan dan pelayaran.
Dari pengalaman-pengalaman tersebut diatas, maka timbul pemikiran bahwa perlu diadakan suatu organisasi SAR Nasional yang mengkoordinir segala kegiatan-kegiatan SAR dibawah satu komando. Untuk mengantisipasi tugas-tugas SAR tersebut, maka pada tahun 1968 ditetapkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor T.20/I/2-4 mengenai ditetapkannya Tim SAR Lokal Jakarta yang pembentukannya diserahkan kepada Direktorat Perhubungan Udara. Tim inilah yang akhirnya menjadi embrio dari organisasi SAR Nasional di Indonesia yang dibentuk kemudian.
Pada tahun 1968 juga, terdapat proyek South East Asia Coordinating Committee on Transport and Communications, yang mana Indonesia merupakan proyek payung (Umbrella Project) untuk negara-negara Asia Tenggara. Proyek tersebut ditangani oleh US Coast Guard (Badan SAR Amerika), guna mendapatkan data yang diperlukan untuk rencana pengembangan dan penyempurnaan organisasi SAR di Indonesia
Dalam kegiatan survey tersebut, tim US Coast Guard didampingi pejabat – pejabat sipil dan militer dariIndonesia, tim dariIndonesiamembuat kesimpulan bahwa :
Instansi pemerintah baik sipil maupun militer sudah mempunyai unsur yang dapat membantu kegiatan SAR, namun diperlukan suatu wadah untuk menghimpun unsur-unsur tersebut dalam suatu sistem SAR yang baik. Instansi-instansi berpotensi tersebut juga sudah mempunyai perangkat dan jaringan komunikasi yang memadai untuk kegiatan SAR, namun diperlukan pengaturan pemanfaatan jaringan tersebut.
Personil dari instansi berpotensi SAR pada umumnya belum memiliki kemampuan dan keterampilan SAR yang khusus, sehingga perlu pembinaan dan latihan.
Peralatan milik instansi berpotensi SAR tersebut bukan untuk keperluan SAR, walaupun dapat digunakan dalam keadaan darurat, namun diperlukan standardisasi peralatan.
Hasil survey akhirnya dituangkan pada Preliminary Recommendation yang berisi saran-saran yang perlu ditempuh oleh pemerintahIndonesia untuk mewujudkan suatu organisasi SAR di Indonesia.
Berdasarkan hasil survey tersebut ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1972 tanggal 28 Februari 1972 tentang pembentukan Badan SAR Indonesia (BASARI).
Adapun susunan organisasi BASARI terdiri dari :
- Unsur Pimpinan
- Pusat SAR Nasional (Pusarnas)
- Pusat-pusat Koordinasi Rescue (PKR)
- Sub-sub Koordinasi Rescue (SKR)
- Unsur-unsur SAR
Secara perlahan Pusarnas terus berkembang dibawah pimpinan (alm) Marsma S. Dono Indarto. Dalam rangka pengembangan ini pada tahun 1975 Pusarnas resmi menjadi anggota NASAR (National Association of SAR) yang bermarkas di Amerika, sehingga Pusarnas secara resmi telah terlibat dalam kegiatan SAR secara internasional. Tahun berikutnya Pusarnas turut serta dalam kelompok kerja yang melakukan penelitian tentang penggunaan satelit untuk kepentingan kemanusiaan (Working Group On Satelitte Aided SAR) dari International Aeronautical Federation.
Bersamaan dengan pengembangan Pusarnas tersebut, dirintis kerjasama dengan negara-negara tetangga yaituSingapura,Malaysia, danAustralia.
Untuk lebih mengefektifkan kegiatan SAR, maka pada tahun 1978 Menteri Perhubungan selaku kuasa Ketua Basari mengeluarkan Keputusan Nomor 5/K.104/Pb-78 tentang penunjukkan Kepala Pusarnas sebagai Ketua Basari pada kegiatan operasi SAR di lapangan. Sedangkan untuk penanganan SAR di daerah dikeluarkan Instruksi Menteri Perhubungan IM 4/KP/Phb-78 untuk membentuk Satuan Tugas SAR di KKR (Kantor Koordinasi Rescue).
Untuk efisiensi pelaksanaan tugas SAR di Indonesia, pada tahun 1979 melalui Keputusan Presiden Nomor 47 tahun 1979, Pusarnas yang semula berada dibawah Basari, dimasukkan kedalam struktur organisasi Departemen Perhubungan dan namanya diubah menjadi Badan SAR Nasional (BASARNAS).
- II. Maksud dan Tujuan
Sebagai salah satu komponen masyarakat yang memiliki rasa kemanusiaan, maka SAR merupakan perwujudan rasa tanggungjawab akan keselamatan sesama. Oleh karena itu, materi SAR diberikan untuk membekali anggota sendiri akan ilmu dan teknik serta keorganisasian SAR yang ada, juga memberikan wawasan dan bekal ketrampilan untuk memberikan pertolongan SAR gunung hutan.
Sebagai salah satu konsekuensi kegiatan yang digelutinya, dimana resiko akan selalu ada, maka SAR merupakan sebuah materi yang tidak mungkin terpisahkan. Memberikan bekal seoptimal mungkin merupakan tujuan dan kegunaan dari pendidikan ini.
III. Pendekatan Sistem SAR
Keseluruhan sistem pendekatan adalah digunakan untuk mengatasi masalah SAR. Kehadiran bentuk gambaran SAR secara menyeluruh yaitu :
- Dengan segera dapat cepat dimengerti oleh seseorang yang masih awam dalam bidang SAR.
- Secara logis dapat dilaksanakan oleh pasukan operasi selama dituntut adanya misi SAR.
Sistem SAR terdiri darilimatahapan dan didukung olehlimakomponen SAR. Sistem SAR diaktifkan bila diterima informasi bahwa :
- Muncul suatu keadaan darurat atau kemungkinan akan timbulnya keadaan darurat.
- Tidak diaktifkannya kembali apabila korban yang berada dalam keadaan darurat dibebaskan ke posisi terawat dan betul-betul aman atau ketika tidak mungkin lagi muncul keadaan darurat dan ketika tidak lagi diharapkan pertolongan.
- V. Tahapan SAR
1. Awareness Stage (Tahap Kekhawatiran)
Adalah kekhawatiran bahwa suatu keadaan darurat diduga akan muncul, termasuk didalamnya penerimaan informasi dari seseorang atau organisasi. Dalam tahap ini menyadari bahwa suatu kejadian darurat telah terjadi dan perlunya mengambil suatu tindakan.
2. Initial Action Stage (Tahap Kesiagaan)
Adalah tahapan tindakan awal, tanggap bahwa suatu musibah telah terjadi serta berusaha mengumpulkan berbagai keterangan mengenai musibah. Aksi persiapan yang diambil antara lain menyiagakan fasilitas SAR dan mendapatkan informasi yang lebih jelas, termasuk di dalamnya menyeleksi informasi yang diterima, untuk segera dianalisa untuk dapat dilakukan tindakan selanjutnya. Dalam penyeleksian informasi tersebut, keadaan darurat dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Incerfa (Uncertainity Phase/ Fase meragukan) :
Adalah suatu keadaan emergency yang ditunjukkan dengan adanya keraguan mengenai keselamatan jiwa seseorang karena diketahui kemungkinan mereka dalam menghadapi kesulitan.
b. Alerfa (Alert Phase/ Fase Mengkhawatirkan/ Siaga) :
Adalah suatu keadaan emergency yang ditunjukkan dengan adanya kekhawatiran mengenai keselamatan jiwa seseorang karena adanya informasi yang jelas bahwa mereka menghadapi kesulitan yang serius yang mengarah pada kesengsaraan (distress).
c. Ditresfa (Ditress Phase/ Fase Darurat Bahaya) :
Adalah suatu keadaan emergency yang ditunjukkan bila bantuan yang cepat sudah dibutuhkan oleh seseorang yang tertimpa musibah karena telah terjadi ancaman serius atau keadaan darurat bahaya. Berarti, dalam suatu operasi SAR informasi musibah yang diterima bisa ditunjukkan tingkat keadaan emergency dan dapat langsung pada tingkat Ditresfa.
3. Planning Stage (Tahap Perencanaan)
Adalah suatu pengembangan perencanaan yang efektif dari sistem SAR. Di dalamnya dapat berupa :
- Perencanaan pencarian dimana sepatutnya dilaksanakan
- Perencanan pertolongan dan pembebasan akhir
4. Operation Stage (Tahap Operasional)
Detection Mode/ Tracking Mode And Evacuation Mode, yaitu dilakukan operasi pencarian dan pertolongan serta penyelamatan korban secara fisik. Tahap operasi meliputi :
Fasilitas SAR bergerak ke lokasi kejadian.
- Melakukan pencarian dan mendeteksi tanda-tanda yang ditemui yang diperkirakan ditinggalkan survivor (Detection Mode).
- Mengikuti jejak atau tanda-tanda yang ditinggalkan survivor (Tracking Mode).
- Menolong/menyelamatkan dan mengevakuasi korban (Evacuation Mode), dalam hal ini memberi perawatan gawat darurat pada korban yang membutuhkannya dan membawa korban yang cedera kepada perawatan yang memuaskan (evakuasi).
- Mengadakan briefing kepada SRU.
- Mengirim/memberangkatkan fasilitas SAR.
- Melaksanakan operasi SAR di lokasi kejadian.
- Melakukan penggantian/penjadwalan SRU di lokasi kejadian.
5. Mission Conclusion Stage (Tahap Akhir Misi)
Merupakan tahap akhir operasi SAR, meliputi membuat laporan kegiatan SAR secara menyeluruh, penarikan kembali SRU dari lapangan ke posko, penyiagaan kembali tim SAR untuk menghadapi musibah selanjutnya yang sewaktu-waktu dapat terjadi, evaluasi hasil kegiatan, mengadakan pemberitaan (Press Release) dan menyerahkan korban/survivor kepada yang berhak serta mengembalikan SRU pada instansi induk masing-masing dan pada kelompok masyarakat.
- VI. Komponen SAR
1. Organisasi
Merupakan struktur organisasi SAR, meliputi aspek pengerahan unsur koordinasi, komando dan pengendalian, kewenangan, lingkup penegasan dan tanggung jawab untuk penanganan suatu musibah.
2. Fasilitas
Adalah komponen berupa unsur, peralatan, perlengkapan, serta fasilitas pendukung lainnya yang dapat digunakan dalam operasi SAR.
3. Komunikasi
Adalah komponen penyelenggaraan komunikasi sebagai sarana untuk melakukan fungsi deteksi terjadinya musibah, fungsi komando dan pengendalian operasi, membina kerjasama/ koordinasi selama operasi SAR berlangsung.
4. Emergency Care (Perawatan Gawat Darurat)
Adalah komponen penyediaan fasilitas perawatan gawat darurat yang bersifat sementara, termasuk memberikan dukungan terhadap korban di tempat musibah sampai ke tempat yang lebih memadai.
5. Dokumentasi
Adalah komponen pendataan laporan dari kegiatan, analisa serta data-data kemampuan yang akan menunjang efisiensi pelaksanaan operasi SAR serta untuk perbaikan atau pengembangan kegiatan-kegiatan misi SAR yang akan datang.
- VII. Organisasi SAR di Indonesia
- 1. Basarnas
- 2. Kantor SAR
a. Kantor type A
Kantor SAR ini mempunyai tugas mengerahkan potensi SAR, koordinasi dalam rangka operasi SAR terhadap musibah pelayaran, penerbangan, dan bencana lainnya, serta pelaksanaan latihan SAR di wilayah tanggungjawabnya
b. Kantor Type B
Kantor SAR ini Mempunyai Tugas Melaksanakan tindakan koordinasi dan pengerahan potensi SAR dalam rangka operasi SAR terhadap musibah di wilayahnya.
VIII. Organisai Misi SAR
Elemen organisasi SAR ini menunjukkan suatu bentuk misi organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan suatu operasi SAR. Bentuk dasar struktur organisasi misi SAR adalah sebagai berikut :
Minimum Umum
|
|
Diperluas
- 1. SC (SAR Coordinator)
- 2. SMC (SAR Mission Coordinator)
- 3. OSC (On Scene Commander)
- 4. SRU (SAR Unit)
a. Tugas Utama SRU (Seacrh and Rescue Unit) :
- Melaksanakan tugas yang diberikan oleh SMC atau OSC.
- Melaksanakan prosedur pencarian secara benar
- Melapor segala kegiatan secara berkala kepada SMC atau OSC pada waktu yang ditetapkan sambil konsultasi mengenai berbagai keperluan dan kepentingan guna kelancaran operasi pencarian.
- Memasang rambu-rambu (Marker) pada daerah pencarian guna membantu kelancaran serta ketepatan usaha dalam sistem pencarian. Dapat berupa :
- Rambu tanda :
- Ribbon (ikatan pita atau tali rafia)
- Rambu tertulis
|
|
v Petunjuk arah ke suatu tempat
v Catatan Petunjuk Lapangan atau CPL yang berisi :
- Tanggal, nomor regu, jumlah anggota
- Keterangan tugas
- Keterangan tugas yang dilakukan
- Petunjuk tempat-tempat yang berbahaya (tanag longsor, jurang dsb)
- Petunjuk diketemukan jejak, tanda-tanda dsb, yang diperkirakan/dipastikan milik korban
- Keterangan tambahan pada CPL oleh regu berikutnya yang melewati tempat terdapatnya CPL. Keterangan ini dapat ditambahkan bila dianggap perlu oleh SRU guna melengkapi keterangan yang sudah ada.
- Memberikan pertolongan pertama pada korban bila diperlukan. Pertolongan harus diberikan dengan pengetahuan serta kesadaran kemanusiaan yang tinggi .
- Melaksanakan evakuasi korban, baik dalam keadaan sehat, sakit ataupun sudah meninggal.
- Dapat melakukan hubungan komunikasi radio dengan baik dan jelas sesuai prosedur standar operasi radio yaitu dengan menggunakan HT. Juga mengerti kode yang telah disepakati bersama untuk keadaan darurat.
- Membuat laporan kerja secara tertulis bila diminta oleh SMC atau OSC.
Selain membawa perlengkapan standar untuk menjelajah rimba dan gunung, anggota SRU wajib memebawa beberapa perlengkapan yang dikategorikan sebagai perlengkapan wajib bila akan bergabung dalam suatu operasi SAR. Peralatan itu berupa :
- Perorangan
- Ponco atau jas hujan
- Golok tebas
- Peluit
- Tempat air
- Senter dan bola lampu serta baterai cadangan secukupnya
- Makanan untuk 4 hari (bila rencana mengikuti SAR selama 3 hari).
- Regu
- Tenda
- Peta, kompas, altimeter, penggaris busur
- Peralatan masak (kompor + bahan bakar, nesting)
- Peralatan Rock Climbing (karmentel, harness, jumar, piton, hammer, descender, sling dsb)
- Alat komunikasi (HT, dsb)
- Benang (untuk string line)sejumlah 4 kelos @ 500 m
- Tali rafiah 500 gr
- Obat-obatan dan peralatan P3K
- Jerigen air 5 lt
- Senter besar/ lampu penerangan (neon baterai, lampu badai)
EXPLORER SEARCH AND RESCUE (ESAR)
I. PendahuluanPada awal tahun 1980-an beberapa kelompok pendaki gunung mulai mencoba mengembangkan Explorer Search And Rescue (ESAR). Sistem ini berasal dari Amerika Serikat yang diperuntukan bagi para penjelajah daerah-daerah berhutan,padangkering dan sungai. Pada tahun-tahun sebelumnya system SAR laut dan udara masih menjadi rujukan untuk melakukan pencarian orang hilang di gunung. Yang membedakan ESAR dengan induknya SAR secara keseluruhan terletak pada rinci operasionalnya. Dalam ESAR dikenallimatahap pencarian atau operasi.
II. Maksud dan Tujuan
Menolong sesama hidup merupakan salah satu bukti dari pengamalan rasa cinta alam. Sehingga sebagai mahluk hidup yang mengaku dekat dengan alam, Explorer Search And Rescue amatlah dibutuhkan, khususnya untuk menolong sesama hidup. Lebih dipersempit lagi ruang lingkup operasionalnya dalam menolong korban di gunung dan hutan.
Materi ini bertujuan memberikan pengetahuan tentang teknik operasional dalam ESAR sasuai dengan apa yang dibutuhkan. Sebab ESAR memerlukan dan menuntut personil yang siap, cepat dan tanggap. Personil ESAR diharapkan mampu menjalankan kewajibannya dengan baik, yang bukan berasal dari kata tugas, melainkan dari panggilan moral, hati nurani dan sebuah arti kesetiakawanan terhadap sesama.
III. Teknik-teknik Pencarian
Dalam pencarian terdiri dari empat unsur yang dapat dijadikan standar dalam menentukan ketrampilan tertentu yang dibutuhkan bagi suatu operasi SAR :
No. |
Unsur
|
Pengetahuan
|
1. | Locate (menentukan lokasi korban) | Pengetahuan tentang navigasi darat, data peristiwa, keadaan korban, keadaanmedandll. |
2. | Reach (mencapai korban) | Ketrampilan mendaki gunung, RC, hidup di alam, mencari jejak, penguasan peta dan kompas, dll. |
3. | Stabilize (menentramkan korban) | Pengetahuan dan ketrampilan PPPK, gawar darurat. |
4. | Evacuate (membawa kembali korban) | Sama dengan reach serta penguasaan P3K. |
- 1. Tahap Awal (Preliminary Mode)
- 2. Tahap Pemagaran (Confinement Mode)
- 3. Tahap Pengenalan (Detection Mode)
- 4. Tahap Pelacakan (Tracking Mode)
- 5. Tahap Evakuasi (Evacuation Mode)
- Memberikan pertolongan pertama bila diperlukan. Dalam hal ini personil harus benar-benar memiliki kemampuan pertolongan pertama, karena kalau salah menangani akan mengakibatkan korban bertambah parah bahkan bisa meninggal.
- Meyakinkan pada survivor bahwa Ia akan selamat
- Mengabarkan ke pangkalan pengendali tentang kondisi dan lokasi ditemukannya survivor.
- Tidak boleh merubah posisi survivor sebelum ada perintah dari SMC
- Menjaga survivor dari segala gangguan yang mungkin terjadi
- melaporkan ke pangkalan untuk dievakuasi
- Memapah
- Memandu
- Bantuan helikopter
- Modifikasi dari teknik yang ada
Dasar pemikirannya adalah menjebak survivor dalam area yang jelas dan kita dapat mengetahui batasan-batasannya, sehingga :
- Area tersebut dapat dilakukan pencarian atau disapu.
- Sebagai petunjuk bagi survivor untuk menuju tempat yang dapat diketahui tim pencari.
Metode Confinement :
- 1. Trail Blocking (razia pada jalan setapak)
- 2. Road Bolcks (razia pada jalan keluar)
- 3. Look Outs
- 4. Camp In
- 5. Track Traps (jalur jebakan)
- 6. String Lines
Bila daerahnya berpohon dan bersemak lebat, dapat lebih sempurna dengan menggunakan Tagged String Lines (bentangan tali yang bertanda). Tags (tanda-tanda) pada string lines akan menarik perhatian survivor untuk bergerak mengikuti tali itu dan keluar menuju tempat yang ditunjukkan oleh tanda-tanda itu. (lihat gambar)
Tujuan menggunakan string line adalah menjadikan ruang-ruang atau kotak-kotak search area menjadi sektor yang terkuasai untuk pencarian tim pencari. Setelah Initial Confinement (pemagaran awal), tambahan string line dapat digunakan untuk membagi-bagi area itu. String line dapat digunakan untuk pemagaran dan untuk menandai sektor pencarian. Pemisahan lebih lanjut ini bertujuan untk mempersempit areal pencarian yang dilakukan oleh tim pencari.
V. Tahap Pengenalan (Detection Mode)
Detection adalah usaha untuk mencari korban atau benda yang tercecer/terjatuh atau sengaja ditinggalkan survivor. Pada keadaan inilah pasukan atau tenaga dari tim ESAR terutama diperlukan atau digunakan.
Metode detection, dikelompokkan ke dalam tiga kategori. Penamaan dari ketiga kategori di bawah ini telah digunakan dalam ESAR untuk beberapa tahun ini, diambil karena hal ini secara umum bertalian terhadap tahapan dari pengembangan operasi pencarian. Tipe I umumnya mendahului tipe II, tipe II muncul sebelum tipe III.
- 1. Tipe I Search
- Metode ini digunakan pada :
ü Memeriksa ulang daerah dimana diduga survivor berada
- Sasaran metode ini :
ü Memperoleh informasi mengenai areal pencarian
- Teknik yang digunakan
- 2. Tipe II Search
- Metode ini digunakan pada :
ü Bila areal pencarian luas dan tidak ada areal tertentu yang dapat dicurigai dan tidak tersedia cukup tenaga pencari yang dapat mengcover keseluruhan area.
- Sasaran metode ini adalah pencarian yang tepat dan cepat pada areal yang luas.
- Teknik yang digunakan
ü Memperhatikan apakah penegang kompas dapat menjaga sudut kompas yang sejajar
ü Mengatasi hal-hal yang muncul mendadak
ü Memeriksa penemuan-penemuan yang ditemukan oleh tim
Adacara umum untuk mencegah regu pencari saling tumpang tindih satu sama lain atau tidak bisa menjaga jarak yang telah ditentukan diantara mereka yaitu dengan memakai pita atau ribbon dan menggunakan kompas.
Pada metode I dan II pada selang waktu tertentu regu berhenti untuk memperhatikan sekilas sekitarnya serta memanggil survivor sambil menanti kemungkinan jawaban. Contoh pencarian dan penyapuan pada metode tipe II (lihat gambar).
Keterangan:
- Tim terdiri dari 6 orang memeriksa kedua tepi sungai kecil.
- A & B, personil ujung kiri dan kanan memasang marker (catatan petunjuk lapangan), dan string line/ribbon.
- C adalah petugas kompas/kompas man yang selalu memeriksa bahwa pencarian sesuai arah kompas.
- X adalah pimpinan SRU yang mondar-mandir sekitar barisan sambil memeriksa dan memastikan jarak personil terjaga dan juga melihat situasi sekitar medan, apakah perlu ada perubahan arah atau sistem pencarian.
- Z adalah navigator, yang bertugas membantu kompas man untuk memastikan agar sudut pencarian tidak melenceng.
- 3. Tipe III Search
- Metode ini digunakan pada :
ü Bila areal pencarian terbatas dan tenaga yang tersedia mencukupi
- Sasaran metode ini adalah pencarian yang cermat atas areal yang spesifik
- Teknik yang digunakan
- Tim yang menggunakan kompas man untuk pencarian dan penyapuan.
- Tiga tim menggunakan kompas sebagai unit kontrol dalam penyapuan.
- Tiga tim pada penyapuan sejajar menggunakan ribbon (potongan tali rafiah/pita) sebagai unit kontrol dalam penyapuan.(lihat gambar)
VI. Sikap Mental Selama Pencarian
- Cepat tanggap. Pentingnya cepat tanggap untuk mencegah :
- Sangat cepatnya meluasnya areal pencarian yang potensial
- Meningkatnya kesulitan pencarian berkaitan dengan mobilitas dan reaksi
- Dalam melakukan pencarian jangan terlalu terburu-buru, hendaknya dilakukan dengan kecermatan dan keteletian. Hal ini untuk mengindari kemungkinan survivor tidak terdeteksi saat dilakukan penyapuan.
- Pencarian adalah hal yang menarik. Bila pencarian kita anggap sebagai hal menarik, maka hasilnya akan lebih efektif. Kesungguhan, perhatian penuh dan sikap agresif dalam mengawasi merupakan komponen yang berharga bagi kerja pencarian.
- Pentingnya mencari jejak atau barang yang tercecer. Penemuan jumlah jejak dan barang yang tercecer di dalam area, diperkirakan akan lebih banyak dari survivor. Penemuan juga dapat merupakan pemasukan yang penting bagi penyempitan areal pencarian.
MANAJEMEN BENCANA
(DISASTER MANAGEMENT)
- A. Pengertian
- a. Bencana (Disaster)
- b. Bagaimana bencana dapat terjadi ?
- Ancaman (Hazard)
- Kerentanan(Vulnerability)
- B. Manajemen Bencana (Disaster Management)
Tujuan :
- Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi, maupun jiwa yang dialami oleh orang, masyarakat dan Negara.
- Mengurangi penderitaan
- Mempercepat pemulihan
- Memberi perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat ketika kehidupannya terancam.
Tahapan Penanganan Bencana
|
|||||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||
Keterangan :
- Penanganan Darurat/Tanggap Darurat (Emergency Response)
Keadaan darurat :
Kondisi yang diakibatkan oleh suatu kejadian luar biasa yang berada di luar kemampuan masyarakat untuk menghadapinya dengan sumber daya atau kapasitas yang ada. Dalam kondisi tersebut mengakibatkan masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok dan terjadi penurunan drastis terhadap kualitas hidup, kesehatan atau ancaman secara langsung terhadap keamanan banyak orang di dalam suatu komunitas/lokasi.
- Pemulihan (Recovery)
- Rehabilitasi
- Rekonstruksi
- Pencegahan (Prevention)
- Mitigasi (Mitigation)
- Kesiap-siagaan (Preparedness)
Beberapa bentuk kesiap-siagaan :
- Pengembangan jaringan informasi dan Sistem Peringatan Dini (Early Warning System/EWS)
- Perencanaan evakuasi dan persiapan stok kebutuhan pokok (suplai pangan,obat-obatan dll)
- Perbaikan infrastruktur yang dapat digunakan dalam keadaan darurat seperti fasilitas komunikasi, jalan, kendaraan, gedung-gedung sebagai tempat penampungan dll.
- Persiapan sumber daya manusia, termasuk orang-orang yang siap menjadi komite koordinasi dalam keadaan darurat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar